Pure Saturday (PS) berkumpul di ruang bersama 102.3 Rase FM Bandung dari sekitar pukul 20.30, Rabu 03 September 2008. Hadir tanpa crew, Adhi, Udhi, Arief, Ade dan sang manajer Jamie tampak sibuk mempersiapkan wiring & tuning tiga buah gitar akustik/semi akustik yang tergeletak di atas sofa, setengah jam sebelum acara RCI Tampil! dimulai. Satria NB yang akrab dipanggil Iyo, sang vokalis, sedang ‘sibuk’ perang di arena Counter Strike di ruangan lain. Tidak berapa lama, acara yang terdiri dari interview dan live performance ini, dimulai.
Interview dibuka dengan ice breaking seputar fakta bahwa cukup lama tenggang waktu antara dirilisnya “Time For A Change, Time To Move On” dengan roadshow ke radio untuk mendukung promosi album tersebut. “Yah…biar momentnya pas ama bulan Puasa” jawab Arief sambil nyengir. Tampaknya itu alasan yang cukup diplomatis, ketimbang menyalahkan pihak yang harusnya menangani urusan ini. Sebuah recorded-insert mengudara setelah itu. Isinya adalah sebuah brief profile PS disambung dengan opini tentang PS sekaligus potongan lagu PS yang dinyanyikan oleh AriEl (Vincent Vega), Arina (Mocca) dan Ajie (The Milo). Kembali ke interview, Iyo kemudian bercerita bahwa album ini dibuat agar eksistensi PS tetap ada, diingat dan sekaligus diperkenalkan pada generasi penikmat musik yang sekarang. Seperti diketahui, kecuali “Spoken” dan “Pagi” semua lagu di album ini adalah lagu lama dari ketiga album sebelumnya yang direkam ulang dengan pembeda di line vocals dan guitar fills. Lagu-lagu di album yang merupakan rilisan mereka ke-4 ini, langsung dipilih oleh para personel PS dan juga atas dasar masukan beberapa teman.
Lagu “Pagi”, satu dari 2 lagu baru di album ini, menjadi lagu pertama yang dibawakan secara live pada malam itu.
Waktu disinggung tentang kejelasan status vokalis, Ade menjawab secara implisit bahwa Iyo-lah vokalis PS saat ini, terlepas dengan ‘perpisahan’ yang sempat di-ceremonialkan di sebuah konser di CCF Bandung. Dan tidak ada alasan khusus untuk membuat rekaman dengan 2 vokalis di 2 lagu baru di album ini, selain unsur ‘fun’ dan faktor pertemanan mereka dengan 2 vokalis itu. Vakum di antara “Utopia (1998)” dan “Elora (2005)” juga bukan karena tidak adanya vokalis (Suar harus berada di luar Bandung karena bekerja offshore), tapi lebih karena hilangnya mood bermusik (untuk sesaat) di antara personil PS. Akhirnya, di 2005, mereka mengasingkan diri selama 10 hari di sebuah daerah yang secluded, di luar Bandung, lengkap dengan semua peralatan musik, untuk merampungkan materi yang ada & menulis yang baru. Nantinya lagu-lagu ini menjadi album “Elora”.
Ketika bernostalgia tentang proses rekaman “Utopia”, personil PS tampak semangat bercerita. “Wah gila tuh masa-masa 98 itu. Kita deg-degan dan mikir banget kalau mau berangkat rekaman di Jakarta” kata Arief. “Suar & pacarnya waktu itu sempet kejebak dalam daerah yang rusuh” kata Adhi. Ade menambahkan “ Studio kita kan di Jakarta Utara, waktu itu daerah sana sama sekali gak kondusif, jadi kita bela-belain bolak-balik Cisarua – Pluit setiap hari”. Kendala non-teknis jadi faktor yang membuat “Utopia” album terberat dalam proses rekamannya. Pertanyaan kemudian beralih ke soal kenapa lagu “Kosong” yang dipilih untuk dibawakan oleh Mocca, Koil, Goodnight Electric, Alone At Last dan PS secara berbarengan pada saat mereka terlibat di event Jamrevolution. Iyo berkomentar “Mungkin lagu itu dipilih karena yang paling familiar di antara mereka (5 band tersebut). Atau yang dianggap paling mewakili generasi mereka dengan PS. Kami sih seneng-seneng aja gak usah ngulik lagu orang…hehe. Dan prosesnya ribet banget memang” .
Tidak lama kemudian “Spoken” dibawakan dengan latar suara Celia (putri dari Ade) yang sedang merengek pada ibunya.
Pada sesi interaktif (dengan pendengar) pertama, beberapa sms pendengar berhasil membuat PS memaparkan fakta – fakta berikut :
Di sesi interaktif (masih dengan pendengar) kedua, PS bercerita bahwa :
Lagu “Pagi”, satu dari 2 lagu baru di album ini, menjadi lagu pertama yang dibawakan secara live pada malam itu.
Waktu disinggung tentang kejelasan status vokalis, Ade menjawab secara implisit bahwa Iyo-lah vokalis PS saat ini, terlepas dengan ‘perpisahan’ yang sempat di-ceremonialkan di sebuah konser di CCF Bandung. Dan tidak ada alasan khusus untuk membuat rekaman dengan 2 vokalis di 2 lagu baru di album ini, selain unsur ‘fun’ dan faktor pertemanan mereka dengan 2 vokalis itu. Vakum di antara “Utopia (1998)” dan “Elora (2005)” juga bukan karena tidak adanya vokalis (Suar harus berada di luar Bandung karena bekerja offshore), tapi lebih karena hilangnya mood bermusik (untuk sesaat) di antara personil PS. Akhirnya, di 2005, mereka mengasingkan diri selama 10 hari di sebuah daerah yang secluded, di luar Bandung, lengkap dengan semua peralatan musik, untuk merampungkan materi yang ada & menulis yang baru. Nantinya lagu-lagu ini menjadi album “Elora”.
Ketika bernostalgia tentang proses rekaman “Utopia”, personil PS tampak semangat bercerita. “Wah gila tuh masa-masa 98 itu. Kita deg-degan dan mikir banget kalau mau berangkat rekaman di Jakarta” kata Arief. “Suar & pacarnya waktu itu sempet kejebak dalam daerah yang rusuh” kata Adhi. Ade menambahkan “ Studio kita kan di Jakarta Utara, waktu itu daerah sana sama sekali gak kondusif, jadi kita bela-belain bolak-balik Cisarua – Pluit setiap hari”. Kendala non-teknis jadi faktor yang membuat “Utopia” album terberat dalam proses rekamannya. Pertanyaan kemudian beralih ke soal kenapa lagu “Kosong” yang dipilih untuk dibawakan oleh Mocca, Koil, Goodnight Electric, Alone At Last dan PS secara berbarengan pada saat mereka terlibat di event Jamrevolution. Iyo berkomentar “Mungkin lagu itu dipilih karena yang paling familiar di antara mereka (5 band tersebut). Atau yang dianggap paling mewakili generasi mereka dengan PS. Kami sih seneng-seneng aja gak usah ngulik lagu orang…hehe. Dan prosesnya ribet banget memang” .
Tidak lama kemudian “Spoken” dibawakan dengan latar suara Celia (putri dari Ade) yang sedang merengek pada ibunya.
Pada sesi interaktif (dengan pendengar) pertama, beberapa sms pendengar berhasil membuat PS memaparkan fakta – fakta berikut :
- Konsep kover “Time For A Change, Time To Move On” diawali dari sketsa milik Adhi di sela-sela proses rekaman di studio. Akhirnya, beberapa simbol dari lagu-lagu PS yang ada di album ini muncul dalam kovernya.
- Ade tidak jadi berangkat bekerja ke New Zealand. Sebelumnya sempat bergulir kabar ini dan sempat mengundang pertanyaan siapa yang akan menjadi penggantinya.
- Ide dasar penulisan lirik digagas oleh masing-masing personil dan diterjemahkan dalam kata-kata oleh Ade.
- Influens dalam bermusik tentunya bermacam-macam, tapi yang menjadi common ground mereka adalah kegemaran terhadap The Cure.
- Inovasi mungkin baru akan ada di album berikutnya. Tapi, 2 lagu baru di album ini sudah cukup punya sesuatu yang baru karena sedikit keluar dari ‘pakem” PS selama ini dan cukup kental kadar pop-nya.
- Yang lagi didengarkan PS hari-hari ini : Beatles (Arief), Cinta Laura & The Shins (Iyo), Glam rock 80an (Udhi) dan Mastodon (Adhi). Ade cukup bingung dengan pertanyaan ini, dia mendengarkan banyak karena setiap minggu siaran di Rase FM.
Di sesi interaktif (masih dengan pendengar) kedua, PS bercerita bahwa :
- Ide untuk merekam cover version lagu milik org lain pernah ada. Sempat diajukan ke manajemen Genesis, tapi prosesnya ternyata tidak mudah dan waktu itu PS tidak di-back up oleh label yang bisa membantu dalam hal-hal yang prosedural & birokratis ini. Maybe some other time.
- Band lokal rilisan major label yg sekarang sedang digemari adalah Padi. Karena menurut Iyo & Ade, musiknya Padi itu smart & bagus, terutama album Padi yg terakhir, ada sedikit warna art rock-nya, kurang lebih se-kepala dengan PS tentang konsep sebuah lagu (yang bagus).
- Inilah cara mendengarkan musik PS dengan kenikmatan maksimal: Selesai kerja, bikin kopi, jgn nonton tv, dengerin PS sambil tiduran. ”Dengerin lagi & lagi, karena saya juga suka takjub dengan nada atau ketukan tertentu yang baru ketemu dari hasil ngedengerin utk yg kesekian kalinya” (Iyo). "Mau tidur dengerin PS” (Udhi). "Dalam perjalanan panjang, (di tol misalnya), asal jangan jadi ngelamun” (Adhi).”Kalau lagi mumet, jangan denger lagu belati (dari Utopia), bahaya!” (Arief).
- Proyek bareng Burger Kill mudah-mudahan akhir tahun ini akan rampung. ”Karena kesibukan yang ada, yah itu mah proyek jangka panjang aja” jelas Ade.
- Sejak tahun ’94 bermusik, yang dirasakan susah dari bermusik di Indonesia adalah susahnya masuk tv nasional. ”Gak tau mungkin karena kami (independent) udah dibanned/blocked kali ya?” kata Arief.
- Satu hal yang ingin dicapai oleh Pure Saturday adalah tetap eksis dengan segmentasi (penikmat) yang meluas. ”...dan merubah persepsi orang tentang musik Indonesia” Arief menegaskan.